Kamis, 26 Oktober 2017

Butterflies In My Stomach

I saw butterflies
in my stomach
How could I know?
I just disemboweled myself

Their wings were goldish blue
They died.

Minggu, 22 Oktober 2017

Bianglala

Related image

I
Usiaku lima saat kamu bawa aku
main ke taman ria tak jauh dari rumah
naik motor butut kesukaan
kau mafhum betapa bungahnya aku naik wahana;
bianglala, jangan ditanya

setibanya di sana kamu berkelakar:
"taman rianya sudah tutup
kita pulang lagi saja."
lalu kamu nyengir jahil
urung cemberut ketika di balik punggungmu
kulihat wahana-wahana menghampar
dan kita berhambur pada satu tuju;
bianglala, jangan ditanya

kamu tak turut naik bersamaku
sedang bianglala itu hendak diputar mas-mas yang berjaga
"Ikut juga, dong. Ikut juga!"
tak dihiraukan rengekan penuh mohon itu

"ditunggu di bawah," begitu tanggapanmu

bungah itu berganti muka jadi cemas
sekalipun aku suka naik bianglala
kuharap kamu turut naik pula

namun perempuan cengeng dan penakut
bukanlah apa yang kamu harap dariku

II
sedang di bawah sana kulihat kamu heboh ngobrol dengan orang
entah kawan yang mana. sebab kawanmu memang banyak di mana-mana

bianglala masih saja berputar
pun aku merengek minta turun.
takut jatuh
takut mati
takut lepas ke langitan
dan lupa jalan pulang

mungkin kamu tahu aku hampir tersedu
mungkin kamu tak mau tahu
perempuan cengeng dan penakut
bukanlah apa yang kamu harap dariku

turun jua dari bianglala itu, kujumpai kamu buru-buru
"senang?" tanyamu
tak mau bikin kau kecewa, kubilang saja senang
seraya tak kuindahkan tawaranmu untuk naik kali kedua
kapok.
bianglala sialan, gertakku dalam hati
sebab aku takut melayang
dan berputar-putar
di langitan
sendirian

III
usiaku dua puluh tiga
di depan kuburmu, Pak, kamu buka kembali
memoar bianglala di kepala
--sensasinya persis.
persis; takut itu, cemas itu, rengek itu.

namun aku sangsi: kamu atau aku yang sedang naik bianglala?
kamu atau aku yang nunggu di bawah?

sebab kamu telah mati
melayang dan berputar-putar sendiri
di langitan. Lupa jalan pulang

bersamaan pula kita merengek:
"Ikut juga, dong. Ikut juga!"

Our Favorite Word


 Image result for our bed
as you shut the Door, i sank my head into pillows
the bed traced no fragrance of your hair
only a taste of saline whose tears, mine or yours?
what made us cry a river, then a fight, or the needles spred all over the bed?
since we didn’t pay much attention to the Eros flame we pretended to ignite
cause there was no Animal desire left between us, only a piercing languor. so why didn’t you, why didn’t you strangle me? behead this agony from the roots of my neck
under The pseudonym of happy ending; should we call it poetry?
wow, look how Happy we are now
laughing along the way back home!

Minggu, 15 Oktober 2017

I Don't Want To Be Your Ghoul Any Longer

So tell me
Did you just drink the coffee
Or the coffee just drank your soul?
You seemed to understand
How it felt like to be ghoul
for a dead body named you

and you seemed so pleased
to be a refugee
of a grim, brutal battle
between you
and yourself.

You then came to death,
murdered by yourself

Never did they shower your grave
with any flower petals from
any flowers ever planted on earth
They knew you didn't
occult any symbols of affection,
or amusement
or condolences
You even forgot how was the taste
of tears slither down your cheeks!

Just because you prefer coffee
to flowers,
I spilled cups of them
--black, no sugar
Like our bitterest bye-bye--
around your grave.

Your funeral song was a huge hit,
They gave the title:
"So, you drank coffee
Or the coffee drank your soul?"

Still, your dead body lies here
And I don't want to be
your ghoul
Any longer.

Aku Ingin Gila Bersamamu

satu nanti
pada hujan yang ke-Neruda-nerudaan persis ini
aku bakal lebih sering
berpuisi untukmu
sebab benar katamu, aku adalah penyair
matiku dikenang sebagai penyair
dan hujan macam ini, berkat titahku
akan jatuh di atas kertas
sebagai puisi utuh yang semerbak legenda
yang tak jemu dibaca bolak-balik
oleh umat manusia
yang laris dijajakan di kedai buku
dipuja-diludah kritikus
diidolai muda-mudi sambil sesujud

benar katamu, aku adalah penyair
--pernahkah kamu mengatakannya? aku ragu
atau aku hanya mengkhidmati kegilaanku
di tengah masyarakat yang tampaknya
terlalu sehat-sehat saja
atau berpura-pura sehat
sebab kata filsuf pujaanmu yang kepala
dan isinya sama-sama licin itu:
orang gila harusnya dilepas di tengah
komplotan orang-orang sehat
bukan dikandangi sambil diikat tali rafia

tapi apakah aku gila, aku tak peduli
aku ingin gila bersamamu
di tengah masyarakat waras
seperti pada hujan kali ini
hari Senin. Senin yang begitu tega
apalagi Senin ini, Senin di pemakaman! (tahulah apa ini maksud
baru saja kita membaca puisi tentang
kantor dan pemakaman tadi pagi)

aku ingin gila bersamamu.

Kamis, 25 Mei 2017

Kecoa dan Rokok

Andai saja aku ini kecoa!
Lah, kamu kan sudah jadi kecoa
yang dari cubluk ke terowongan kelana
tanpa kepala
yang mustahil dimusnah-habis dari petala bumi,
dan berkoloni di balik lemari
Bising. Ngusik tidur, berlari
di sela ranjang malam hari
--memamah telur dalam sepatu kesukaanku

kadang aku tak kuasa membendung keusilan menginjakmu
sampai pejret-penyek. Gak papa? Enggak mau!

Baiklah, kalau begitu, aku pengin jadi rokok saja! Lah, ngapain?
Ya, pokoknya jadi rokok!
Boleh, asal jangan kau omeli langit di atas rumahmu
jika kamu memang berandai jadi rokok
yang kuhisap batang demi batang tanpa hingga
dan kamu menyalak jingga
asapmu menyeruak ke angkasa
tapi kamu akan berakhir di bak sampah, bergumul dengan botol aqua atau popok bekas

Besok kan kamu bisa beli rokok lagi! Iya, mungkin besok aku bisa beli bungkus baru di warung,
membakarmu lagi hidup-hidup,
meracaukan nikmat yang nihil untuk dieja akal sehat
tapi takkan lagi kamu temui aku dalam wujud seperti kemarin
Esok aku jadi orang baru, cermin pun tidak mengenali.

Senin, 22 Mei 2017

Curhat Sama Bapak

Bapak, gimana kabar di bawah sana?

adakah Tuhan itu rupanya bisa digambar,
dengan krayon, cat akrilik, atau pensil 2B?
(malah ada yang bilang Tuhan itu
cuma hidup di kepala belaka)

adakah kubur itu senyap tak bertamat
hidup lama-lama cuma untuk dikutuk dengan hampa yang mahakekal?
"Alah, biji kelamin hidup punya makna!" begitu umpatku sambil ngaca

maaf, aku omong kasar
--bakat yang kau turunkan plek-ketiplek padaku

Tiap hari aku nanya muka sendiri,
"mau ke mana kamu ini?"
Maklum, selagi cari makan aku sembari cari makna
dan kini hidupku tak jauh mirip Si Ubat kucing kita di rumah
makantidurberak makantidurberak
Bedanya, ia tak mengetik tuts kibor laptop di kantor, sepuluh jam per hari
dan tidak masturbasi
--tapi ia ngewe berkali-kali

Pak, adakah warga kubur itu ramah
menjamu kau dengan kopi hitam bergula
dituang air panas sedikit
dikocek, lalu dituang air penuh
dan disaji-antar dengan nampan
persis betul yang suka kulakukan?

Pokoknya kau kudu dijamu, dong
tak ada tangan yang boleh melukai badanmu. Gitu. Titik

Lah, kan kata ustad di internet Tuhan itu maha pengampun
pengasih, penyayang,
belum pernah dengar Tuhan Maha Penyiksa
kalau sampai ada begituan, wah, bisa-bisa dikutuk nista, Pak
di sini lagi ngetren nista-menista
napas sedikit dituding menista!

kudu hati-hati
dunia sudah hilang waras
manusianya pada mabok ciu ber-merk fanatisme-fasisme-antiakalsehat

andai kau masih di sini
di depan layar kaca, minimal
akan kutemani kamu mengomeli kumpulan badut sinting itu
--atau jangan-jangan aku juga sama sintingnya

Pak, hampura
aku tetap begini saja:
glendotan di kasur
Ngudud sembunyi-sembunyi
Nontonin film jadul
Melucuti kuota internet
bersetubuh dengan stagnansi yang memabukkan
Berpuisi macam ini pun sudah syukur, deh!

Pak, kini aku nunggu modar sendiri
tak lagi nafsu nyari teman meski untuk haha-hihi
sebab "neraka adalah orang lain" makin hari makin menjumpai relevansi.

Pak, hampura,
si bungsu --yang katanya paling disayang ini, belum juga jadi sesiapa
umurnya beranjak dua puluh empat
namun prestasi boro-boro memikat

andai kehidupan adalah pria sepi yang suka coli,
pencapaian hidupku takkan pernah jadi bahannya berfantasi

begitulah kiranya
dulu memang kucerita padamu satu-dua mimpiku
termasuk mimpiku jadi pesajak yang patut diperhitungkan
agar kelak makna dalam puisiku mampu merobek dunia
namun, satu-satunya yang bisa kurobek dari puisiku adalah selaput dara sendiri

Gila ya, Pak.

Hidupku kian absen makna dan berangsur cemen
mau nyusul masih takut
Lagipula, nazarku belum selesai: menamati semua film Hitchcock sebelum modar

(kurasa Hitchcock harus bertemu kau
janjianlah ngopi sekali waktu
pasti kalian bakal berbaur)

Kusudahi saja
puisi nirmakna ini
agar kujumpai kamu pada puisi lainnya

Minggu, 21 Mei 2017

I Want To Possess You

I want to possess you, your inner-self of beast
I want to possess you, your beauty bones, being your cracked devil's arms gripping your hips
I want to possess you, your malicious eyesight of paradise, a poison ivy to my blooming lilies
I want to possess you, your groaning voice that hummings around my walls of sad and happiness
I want to possess you, your throbbing wondrous mind fleshing out your human head of wandering
I want to possess you, your soul of future journeys in the world full of intriguing evilish secrets
I want to possess you, angelic or demonic, together we build a realm that infinites us (baby, I keep dreaming, even though you're so out of my crawling arms),
in this wicked ephemeral world

The Fantasy

Your beauty is the thorns,
It hurts

I want to grip you tight,
It bleeds

I want to devour you alive,
It is anguish

You shimmer,
I dimmer

You're the centre of every
ticking clocks,
I am a dreamer who foolishly wishes to freeze the times out of the watch on your wrist

You are the champagne of every kingdom's feast,
I am a pervert slave who craves to sip your blood
and kiss your feet

You are the wondrous mind of every scientists' sanity,
I am just a piece of tender cranium of a maverick

You are the cover of my daily magazine,
I could only forever daydream
and drool a river to it

You look so great,
It is a pain on my neck

But after all,
Can I please have you?

The Girl and the Wind

Hear! Hear!
For the wind that whispers
through his ears, what does it tell?
Everyday she dies and wonders
if the blows end at a bid of farewell.

Oh!
To every wind that ever chimes her skin,
she'll let you tell him this:
She's afraid to be left alone on the corner,
and life would have been meaner
before he blew her away.
"How she wants you to blow her away," the wind told him.

Hail wind!
Now it's playing joyfully with her hair
while she's humming to the Beatles serenade
Strawberry fields forever, she hums it many times
But, his heartbeat, she sheepishly says,
trembles everytime he hugs
(and she loves it more than Beatles songs, does she not?)

The sun tumbled down
as the wind and the girl shared too much
about their Beatles favorite songs
or about,
who pines for who
while the cup of tea sipped one or two

Oh!
Now the wind whispers his ears again, what does it say?
"The girl whispered me tons about you"
"Then, whisper me!" He said.

"Syiskslznkalaghdhsmzjskskakjs!"

Instead of sending him words,
she's dying to lick his ears!

Possession

Like an ignominy,
I will haunt you down with no mercy
Even when you sleep, Darling
I will follow you through your window
Devour myself into your shadow,
so I don't need to chase you any longer
And without a pause,
I will haunt you like a ghost
Or you may be my forever ghost;
the subject of my eternal occultism
that I cult every night with a dreadful spell
so you can possess me every night,
(or fuck me once or twice)
And you'd have no space to go away as I said:
"here in my arms you'll be safe,
for I can't be any safer to stay inside of you, Darling."
Cause we will live together
in the realm that we call forever and ever
so, as much as I like, I would question you,
"Where would you fucking go?" every time you try
to get rid of this place
-- guess what, you can't even break the door!
this realm, you've built it too huge and strong
made of bricks of promise
Does it ring your bell?
You can't break what you build, Darling
This is what you pay for a promise
For me, a promise works like an ignominy
haunt you down with no mercy

P.S: Don't you worry,
I'll be yours faithfully

Berlebihan

Sayang, pokoknya gini:
tidak juga sinar matahari saya persilakan hangat menyentuh kulitnya

Tidak juga daun jatuh boleh sembarang hinggap di rambut hitamnya
Bahkan tiup angin yang memisahkan ia dari rantingnya pun saya kutuk kalau berani membelai-belai tengkuk harumnya

Apalagi semut-semut kecil yang bersarang di sudut tembok kamarnya
tak tahu dirilah kalian main gerayangi kakinya sampai kegelian--bajingan!

Atau, jangan ngarep kalau hujan bisa seenak jidat basahi badannya
Sedangkan yang di sini cuma bisa ngayal
membasahi ia sebadan-badan

Atau secangkir kopi yang leluasa menelusuri kerongkongannya sampai nikmat
Ia seruput pula berkali-kali dengan khidmat -- sialan!

Apalagi kamu!
Apalagi kalian!

Jumat, 06 Januari 2017

Untuk Bapak

Seenaknya kau pergi tanpa pamitan
kala bintang-bintang terlalu terang di atas atap rumah kita
kala ombak tenang mengantar kapal kita ke tepian
tempat matahari tak sudi tenggelam

Bapak, aku masih tak paham apa makna kepergianmu
sedang di sini, sesak dan sesal mampus kuteguk sendiri
serta rindu bertubi kukunyah mentah-mentah sendiri

Pak,siapa berani jamin kau lebih bahagia di sana?
sedang aku ngotot bahwa kebahagiaanmu ya disini!

Pak, tiap hari aku bersikeras menyeret balik waktu
“pokoknya kau kudu kembali
dan kita bakal bahagia lebih dari ini!”

Sebab tak ada lagi yang kupinta selain siapa sahaja masuk ke kamarku

seraya berkata: "Bangun! Hari sudah pagi, dan semua ini hanya mimpi.”