Kamis, 26 Desember 2013

Ketiduran

Kalau tak kunjung dibalas saya punya pesan,
artinya Tuan matanya sudah kelarutan
Sudah satu bingkai dengan malam. Bikin saya mikir yang bukan-bukan,
setampan apa tuan berupa ketika lelap? Atau, bolehkah saya sekedar berharap
nama saya ada disebut dalam ngigau Tuan?

Tuan yang ketiduran, sayang seribu sayang tak dapat Tuan saksikan
betapa rembulan turun mendekat menyentuh Tuan.
Boleh jadikah suatu waktu, entah nantinya kapan,
saya yang menyentuh Tuan terkahir kali sebelum mimpi merngambil kendali penuh raga Tuan?


Kalau memang  waktu tidak membolehkan, adakah niat Tuan berbaik hati setiap malam menaruh saya pada mimpi-mimpi Tuan?
Saya kadang-kadang suka ketinggian, Tuan. Maaf saya ganggu tidur Tuan


Bardjan, 2013
untuk Tuan yang ketiduran

Selasa, 24 Desember 2013

Mata

"Perhatian, perhatian!" seru wanita itu di tengah keramaian hiruk-pikuk orang-orang yang mondar-mandir di jalanan. Orang-orang yang lalu-lalang kebanyakan tidak menghiraukan, atau bahkan memang sudah menoleh pada wanita itu, tetapi tidak mahu memerhatikan. Enggan. Lagipula, siapa yang tidak enggan melihat wanita itu? Ia wanita yang buruk rupa, menjemukan mata, dan tidak sama sekali meyegarkan mata. Tidak ada yang istimewa.

Wanita itu tetap tidak menyerah untuk menarik perhatian orang banyak. Ia mencoba untuk berteriak lebih keras."ATTENTION!"

Tidak ada yang sudi memperhatikan. Orang-orang cuek setengah mampus. 

Tetapi wanita itu tidak menyerah. Kali ini ia naik ke atap bangunan, kemudian berteriak lebih kencang lagi sambil mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Sepasang bola mata.

"Perhatian, kawan-kawan! Saya punya sepasang bola mata!" ia mengangkat sepasang bola mata itu. Bentuknya bulat. Sayu. Warnanya bola matanya hitam, tetapi akan kecokelatan jika diterpa sinar matahari.

"Ini sepasang bola mata siapa?" teriak wanita itu lagi.

Orang-orang yang lalu-lalang kini terpancing perhatiannya. Wanita itu berhasil menyita perhatian orang-orang di jalanan. Mereka terkejut. Banyak yang penasaran akan sepasang bola mata itu, serta banyak pula yang sahut-menyahut memberikan komentar.

"Wah, lihat! Dia megang sepasang mata bola!"
"Woalaah... Bola mata siapa itu?"
"Ewwwh...masih ada akar matanya. Berdarah-darah pula."
"Jaman sekarang mana ada yang rela congkel mata? Semua harus dilihat pakai mata, toh."
"Sekarang jadi buta itu pilihan dungu. Darimana ia bisa melihat keindahan?"

Orang-orang itu hanya bersahut-sahutan memberikan komentar satu sama lain, sehingga suara-suara mereka membuat kegaduhan di sepanjang jalan. Mereka masih tidak habis pikir, masih ada seseorang yang rela kehilangan matanya di jaman seperti sekarang ini.

Namun sayangnya, tidak ada yang menjawab wanita itu. Semua orang di jalanan punya bola mata yang utuh, tidak ada yang kelihangan mata satu pun. Wanita itu sungguh kecewa. Ia menyerah, dan akhirnya membawa bola mata itu ke rumah untuk dijadikan hiasan gantung di pintu kamar. Ia baru mendapatkan sepasang bola mata itu tadi pagi di depan pintu rumahnya, dibungkus dengan bungkus kado, dan terdapat kartu ucapan kecil bertuliskan: Kepadamu, saya tidak butuh mata.

Jauh di seberang sana, wanita itu tidak pernah menyadari bahwa ada seorang lelaki yang rela mencongkel matanya agar ia dapat meyakini si wanita bahwa cintanya datang dari hati, bukan mata.


Bardjan. Bogor, 2013

Mandul

adakah sang malam tutup mata ketika saya sedang main persetubuhan dengan tuts
yang nantinya bakal membuahkan sajak?
tidak. orang goblok juga tahu
percuma setubuhi tuts, ketak ketik ketak ketik ketak ketik
hamil saja tidak bakal.
yang bakal melahirkan sajak hanyalah persetubuhan diri dengan hati
--hati yang bagaimana?

balada cemburu yang tak butuh pungtuasi

cemburu itu bola api katanya kata siapa saya pun kurang tahu tapi ada yang bilang katanya cemburu itu bak bola api yang dikeluarkan dari mulut ikan paus yang dulu pernah dibuang diasingkan dari laut merah entah merah keemasan merah keunguan atau merah kebirubiruan saya belum hafal betul tapi yang jelas lautan itu punya banyak ombak yang bergelombang-gelombang seperti bibirmu yang tidak perlu lagi saya tebak bagaimana bentuknya tapi saya hafal betul bibirmu yang bergelombang seperti ombak-ombak yang pecah di bibir pantai tapi saya lebih suka bibirmu dibanding bibir pantai bibirmu jarang pecah saya hafal betul karena saya cicipi semalam dan terasa begitu halus seperti kapas atau mungkin seperti sutera atau apalah pokoknya yang halus-halus saya sendiri juga bingung kalau disuruh menganalogikan seperti apa karena keelokanmu terlalu susah payah untuk diwakilkan oleh benda benda mati yang tolol tolol itu tetapi tidak setolol diri saya yang sekarang sedang mengumpat diri sendiri merasa kesal sesak seperti menelan kapak bermata satu atau bermata dua saya juga tidak begitu hafal kapaknya punya berapa mata karena yang saya hafal hanyalah matamu yang sayu matamu yang suka menenangkan rongga-rongga kebiadaban saya akan rindu yang suka menghujam kepala saya seperti taring-taring es yang telah membeku sekian lama kemudia jatuh ke dasar tapi apakah taring-taring es itu jatuh ke dasar hati saya kemudian mencair di dalam sana karena sebenarnya hati saya sering panas panas membara seperti api kompor api unggun atau api cemburu saya juga kurang tahu yang jelas warna apinya merah entah merah keemasan merah keunguan atau merah kebirubiruan saya belum hafal betul yang jelas apinya panas sekali saya terbakar sampai hangus sampai jadi arang yang hitam hitam pekat seperti rambutmu yang baru saja saya mainkan dengan jari tadi sore apakah kamu ingat.

Sabtu, 21 Desember 2013

Bayar

sebab di ruang tubuh yang mana lagi saya mampu menaruh kasih dan sayang?
hari ke hari dia saya utangi. Saya memang tidak tahu diri
dia memberi terus, bahkan  ketika saya telentang nyenyak di kasur. Bangun-bangun
sudah ditawari makan.
Sekolah saja dulu. Sebab untuk menjadi manusia memang tidak gratis
Kalau ada apa-apa bilang. Kalau sakit bilang
Kalau sedih bilang. Jangan malu-malu walau sudah tidak bocah
Sebab sakit saya sakitmu jua, katanya.
Utang saya makin mampus banyaknya, sedangkan
ia bilang, jumlah segitu ditaruh di saku baju saja masih muat
saya tidak perlu dilunasi sampai tuntas, begitu katanya
cukup jadi manusia. Jangan berhenti berusaha untuk jadi manusia, begitu katanya.
lalu saya nanya saya harus bayar pakai apa, buk? Materi yang bukan sekadar menyerupai duit,
 jauh kelewat berharga dari masalah duit-duitan. Ini adalah tentang
darah keringat dan air mata, yang dalam puisi ini kita namakan saja pengorbanan
tapi dia bilang, dia tidak tahu. Kamu adalah orang yang pintar
yang sudah tahu sendiri apa yang mesti dilakukan, katanya

bogor kala hujan, 2013