Minggu, 22 Oktober 2017

Bianglala

Related image

I
Usiaku lima saat kamu bawa aku
main ke taman ria tak jauh dari rumah
naik motor butut kesukaan
kau mafhum betapa bungahnya aku naik wahana;
bianglala, jangan ditanya

setibanya di sana kamu berkelakar:
"taman rianya sudah tutup
kita pulang lagi saja."
lalu kamu nyengir jahil
urung cemberut ketika di balik punggungmu
kulihat wahana-wahana menghampar
dan kita berhambur pada satu tuju;
bianglala, jangan ditanya

kamu tak turut naik bersamaku
sedang bianglala itu hendak diputar mas-mas yang berjaga
"Ikut juga, dong. Ikut juga!"
tak dihiraukan rengekan penuh mohon itu

"ditunggu di bawah," begitu tanggapanmu

bungah itu berganti muka jadi cemas
sekalipun aku suka naik bianglala
kuharap kamu turut naik pula

namun perempuan cengeng dan penakut
bukanlah apa yang kamu harap dariku

II
sedang di bawah sana kulihat kamu heboh ngobrol dengan orang
entah kawan yang mana. sebab kawanmu memang banyak di mana-mana

bianglala masih saja berputar
pun aku merengek minta turun.
takut jatuh
takut mati
takut lepas ke langitan
dan lupa jalan pulang

mungkin kamu tahu aku hampir tersedu
mungkin kamu tak mau tahu
perempuan cengeng dan penakut
bukanlah apa yang kamu harap dariku

turun jua dari bianglala itu, kujumpai kamu buru-buru
"senang?" tanyamu
tak mau bikin kau kecewa, kubilang saja senang
seraya tak kuindahkan tawaranmu untuk naik kali kedua
kapok.
bianglala sialan, gertakku dalam hati
sebab aku takut melayang
dan berputar-putar
di langitan
sendirian

III
usiaku dua puluh tiga
di depan kuburmu, Pak, kamu buka kembali
memoar bianglala di kepala
--sensasinya persis.
persis; takut itu, cemas itu, rengek itu.

namun aku sangsi: kamu atau aku yang sedang naik bianglala?
kamu atau aku yang nunggu di bawah?

sebab kamu telah mati
melayang dan berputar-putar sendiri
di langitan. Lupa jalan pulang

bersamaan pula kita merengek:
"Ikut juga, dong. Ikut juga!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar