Sabtu, 09 November 2013

Dahulu Kala, Ada Seorang Wanita yang Suka Menyair

"Hey, katanya kamu penyair yah? Omong-omong, penyair yang seperti apa? Penyair macam bagaimana pula? Penyair yang mandul? Penyair yang botak karyanya? Penyair yang lengannya gersang? Jangan pernah sebat-sebut dirimu penyair, Goblok. Nyair saja belum becus. Kalau belum becus sih masih dimaklum, yang penting mau bangun lalu belajar nulis. Kalau belum pernah dimuat di mana-mana ya masih dimaklum, wong levelmu masih level anak bawang. Kalau memang syair-syairmu belum pernah dititelkan juara oleh ajang kompetisi manapun, ya masih dimaklumin, wong kamu memang pecundang kalau sudah masalah lomba-lombaan. Tapi, kamu mahu tahu apa itu pecundang paling sial? Sudah pecundang sial pula. Ya, itu kamu! Kamu yang memang sudah malas untuk nyair lagi. Makin ke sini makin lahir orang-orang yang ikhlas mahu coba menulis, bukan mau jadi pecundang sial macam kamu. Nah, kamu? Menulis saja tidak mau. Disuruh mulai menulis satu huruf saja malasnya setengah modyar. Pakai alasan sudah kehabisan kata-kata lah, kata-kata sudah dicuri penyair terkenal lah, mata pena sedang tidak licin lah. Dasar kamu picik, cari alasan semahsyur awan, padahal alasannya cuma satu: malas nulis. Awas hati-hati, nanti kualat kamu dibikin mulutmu sendiri. Kalau memang mahu jadi penulis, ya nulis. Jangan bawa-bawa alasan bahwa jemarimu kehilangan lentiknya untuk menulis, kehabisan stok kata-kata, kerontang inspirasi, tidak punya renungan, atau tidak punya momentum yang tepat. Alamak, masih saja kamu lontarkan alasan-alasan setan ampas itu!! Bisa pecah biji kelaminmu. Kalau kamu jadi manusia yang selamanya tidak bisa menyair lagi, lebih baik kamu jadi batu saja."


wanita itu memang begitu dari dulu, suka ngomong sendiri...

Bardjan, 
tengah malam buta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar