"Perhatian, perhatian!" seru wanita itu di tengah keramaian hiruk-pikuk orang-orang yang mondar-mandir di jalanan. Orang-orang yang lalu-lalang kebanyakan tidak menghiraukan, atau bahkan memang sudah menoleh pada wanita itu, tetapi tidak mahu memerhatikan. Enggan. Lagipula, siapa yang tidak enggan melihat wanita itu? Ia wanita yang buruk rupa, menjemukan mata, dan tidak sama sekali meyegarkan mata. Tidak ada yang istimewa.
Wanita itu tetap tidak menyerah untuk menarik perhatian orang banyak. Ia mencoba untuk berteriak lebih keras."ATTENTION!"
Tidak ada yang sudi memperhatikan. Orang-orang cuek setengah mampus.
Tetapi wanita itu tidak menyerah. Kali ini ia naik ke atap bangunan, kemudian berteriak lebih kencang lagi sambil mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Sepasang bola mata.
"Perhatian, kawan-kawan! Saya punya sepasang bola mata!" ia mengangkat sepasang bola mata itu. Bentuknya bulat. Sayu. Warnanya bola matanya hitam, tetapi akan kecokelatan jika diterpa sinar matahari.
"Ini sepasang bola mata siapa?" teriak wanita itu lagi.
"Ini sepasang bola mata siapa?" teriak wanita itu lagi.
Orang-orang yang lalu-lalang kini terpancing perhatiannya. Wanita itu berhasil menyita perhatian orang-orang di jalanan. Mereka terkejut. Banyak yang penasaran akan sepasang bola mata itu, serta banyak pula yang sahut-menyahut memberikan komentar.
"Wah, lihat! Dia megang sepasang mata bola!"
"Woalaah... Bola mata siapa itu?"
"Ewwwh...masih ada akar matanya. Berdarah-darah pula."
"Jaman sekarang mana ada yang rela congkel mata? Semua harus dilihat pakai mata, toh."
"Sekarang jadi buta itu pilihan dungu. Darimana ia bisa melihat keindahan?"
Orang-orang itu hanya bersahut-sahutan memberikan komentar satu sama lain, sehingga suara-suara mereka membuat kegaduhan di sepanjang jalan. Mereka masih tidak habis pikir, masih ada seseorang yang rela kehilangan matanya di jaman seperti sekarang ini.
Namun sayangnya, tidak ada yang menjawab wanita itu. Semua orang di jalanan punya bola mata yang utuh, tidak ada yang kelihangan mata satu pun. Wanita itu sungguh kecewa. Ia menyerah, dan akhirnya membawa bola mata itu ke rumah untuk dijadikan hiasan gantung di pintu kamar. Ia baru mendapatkan sepasang bola mata itu tadi pagi di depan pintu rumahnya, dibungkus dengan bungkus kado, dan terdapat kartu ucapan kecil bertuliskan: Kepadamu, saya tidak butuh mata.
Jauh di seberang sana, wanita itu tidak pernah menyadari bahwa ada seorang lelaki yang rela mencongkel matanya agar ia dapat meyakini si wanita bahwa cintanya datang dari hati, bukan mata.
Bardjan. Bogor, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar