Memujalah aku pada asap rokok
yang dihembus damai ke langitan
Malam, sebatang lagi saja
maka aku gila
seperti di puncak nikmat
tapi sunyi teramat
Bisa kaudengar suara khas ujung batangnya
ketika kuhisap lekat, api merambat menyulut
lembut seperti memagut (bibirnya, La Mer )
yang tak henti-hentinya kuumpamakan laut
sebab ia tenang, beriak kecil sesekali
tapi dalam
tapi tenggelam
Keenakan yang dilakukan sambil terpejam
dalam ramai pesta semesta
yang bahkan kami tidak diundang, lagi-lagi
berduaan asik kami nyanyi-nyanyi
lalu mabuk teler oleh perasaan sendiri
dalam ingkar yang setia pada janji-janji:
“aku bakal begini,
begini, begini
begini, dan begini.”
atas nama malam kami bersumpah itu-ini
sedang esok pagi,
cinta tidak bermakna apa-apa lagi
lalu aku tersadar dari igauan
“ah, masih jam delapan.”
bau asap rokok menyepuh seisian ruangan
sementara aku memaksa satu batang lagi
agar kuhisap lebih damai
hingga api di ujungnya merambat
merayapi kekosongan yang tak mampu dinamai
(atau tak sudi kunamai!)
hingga membakarmu
hidup-hidup
“api di dalam tubuhku
tak lagi membakarmu?"
baru sekali hisap, aku mengigau lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar